Rabu, 11 Februari 2015

Ironi Abadi






Dalam kehidupan sehari-hari, ironi selalu ada di mana-mana. Oleh karena itu, kata ironi diciptakan untuk mengacu kepada hal-hal yang berkebalikan dari yang orang harap. Di antara ironi yang sering kita temukan tersebut adalah:

1. Sekolah
Orang sering mengira kalau masuk sekolah (termasuk universitas dan sejenisnya) bakal mendapatkan pendidikan.

Faktanya, pendidikan itu harus dicari sendiri.

Kebanyakan sekolah hanya memperlambat laju keterdidikan dan guru hanya mengajar untuk menjadikan para murid sesuai keinginannya. Hanya keberuntungan jika ada guru yang tulus membimbing sesuai bakat dan keinginan siswa.

Di kelas, guru lebih sering menginginkan muridnya jadi penurut atau pengikut pahamnya, mengapresiasi kenarsisannya, menjadi pendengar keluhan honor yang kecil dan pengagum kehebatannya, atau mengisi pundi-pundinya.

2. Fesyen
Orang mengatakan bahwa fesyen adalah gabungan antara kecerdasan ide dan kreativitas yang akan membuat ekspresi, terutama, perempuan lebih proporsional, hidup, bebas, bahkan mampu membuat pria mimpi basah dengan sekali lihat.

Sejatinya, hal-hal paling luar biasa mantapnya harus dilakukan tanpa busana, dari adegan kamar mandi hingga ranjang.

3. Jalanan
Orang kira bahwa kebut-kebutan di jalan adalah bukti mahirnya berkendara dan kehebatan karena berburu dengan waktu.

Nyatanya, kelakuan tersebut hanya membuktikan bahwa nyawanya tak berharga sama sekali, sehingga tak perlu harus hati-hati. Juga, buru-buru di jalan hanyalah bukti bahwa yang bersangkutan tak pernah berpikir tentang menejemen waktu sedikit pun.

4. Politik
Masyarakat mengira para politikus bakal betulan hendak wujudkan janji politik untuk kesejahteraan bersama.

Yang pasti, mereka akan wujudkan apa yang mereka omongkan hingga berbusa-busa ke publik untuk dirinya sendiri terlebih dulu.

5. Media Sosial
Makin banyak media sosial yang digunakan, orang pikir makin punya banyak teman.

Yang benar, semakin tak ada waktu untuk menyambung silaturahmi dalam kehidupan nyata. Terlalu banyak medsos yang digunakan juga sangat mungkin membatasi segmen pergaulan.

Hidup BerFacebook




Facebook benar-benar telah mengubah banyak hal dalam hidup manusia, baik yang bagus maupun sebaliknya. Pengaruh Facebook tersebut antara lain:

Pertemanan
Orang bisa dapat teman baru yang semazhab dan sepemikiran atau malah memutuskan pertemanan gara-gara sering adu argumen di Facebook.

Sebar undangan
Undangan lewat Facebook sangat praktis dan hemat.

Up-date berita
Facebook bisa jadi sumber berita, bagi semua penggunanya; dari berita politik hingga teman sedang hamil atau sudah janda.

Iri
Facebook dapat menjadi ajang memamerkan apa yang dimiliki: foto-foto liburan di tempat terkenal, mobil baru, rumah, kekasih, hingga makanan. Intinya, segala hal dapat ditonjolkan. Ini sangat mungkin membuat yang lain iri.

Bagi mazhab yang penting niat, ya salah sendiri kok iri. Wong, gak niat bikin orang lain iri kok, apalagi niat pamer! Apa gunanya ada kolom gambar dan status kalau gak diisi?!

Kesal
Facebooker bisa kesal karena tersinggung status orang lain. Merasa tertohok, dia habiskan waktu utk membela diri, alih-alih introspeksi.

Bagi mazhab yang penting niat, ya salah sendiri kok kesal, gak ada niat bikin orang lain kesal kok. Bagi yang tertohok, ngapain nyinggung2 orang di Facebook, aku gak niat gitu kok!

Bahagia
Orang bisa bahagia sesaat karena melihat tulisan atau status orang lain yang lucu dan menghibur.

Belajar
Banyak hal yang bisa didapat dari posting orang lain: resep makanan, nasehat, pengetahuan dasar dll.

DUA SIFAT NABI YANG SENGAJA KITA CAMPAKKAN






Jika harus didaftar, dua teratas dari ajaran moral dan sikap para Nabi yang sengaja kita tanggalkan adalah kesederhanaan dan kerendahhatian.
Kesederhanaan sekarang dijauhi orang karena dianggap kurang gaya dan udik, sedangkan kerendahatian hilang karena dinilai kurang ekspresif dan secara salah kaprah dianggap bentuk ketidakpercayaan diri.
Kesederhanaan adalah sebuah pilihan gaya hidup yang lebih rendah dari yang dapat orang usahkan. Tujuannya adalah untuk menimbulkan rasa syukur, membatasi kesenangan duniawi dan mengukuhkan empati.
Kesederhanaan harus dibedakan dengan kemiskinan dan keterbelakangan. Ukuran Kesederhanaan antara satu orang dan lainnya pun tak bisa disamakan. Misalnya, seseorang berpenghasilan Rp 1 miliar sebulan. Dia sederhana andai memilih rumah dengan harga Rp 1 miliar dan kendaraan Rp. 500juta.
Pada kasus lain, seseorang menungganggi motor seharga Rp 50 juta, sedangkan gajinya Cuma 3 juta/bulan. Dipastikan, dia bakal selalu was-was jika motornya diinjak nyamuk sekalipun. Dia telah melampaui batas normal dan jauh dari sederhana.
Sementara itu, rendah hati adalah menahan diri dari menceritakan atau mengungkapkan kehebatan diri demi menjauhi sifat pamer, mencederai perasaan orang lain dan kesombongan. Rendah hati akan menumbuhkan cinta kasih dan apresiasi kepada sesama.
Sayangnya, di era maraknya media sosial seperti sekarang, rasanya kesederhanan dan kerendah-hatian menjadi kabur. Sepertinya, segala kehebatan dan kepemilikan harus kita tunjukkan ke orang ramai.
Kita terlalu larut mengunggah kehebatan diri melalui guritan kata dan jepretan gambar, mengabarkan aktivitas terbaik yang pernah kita lakukan, bahkan menceritakan ibadah yang sudah dikerjakan.
Tentu, tak akan ada orang yang mau mengakui kalau itu adalah kesengajaan untuk mendepak sifat sederhana dan tawadhu' dari jiwa kita. Namun, kita patut waspada karena sudah tabiat manusia ingin diakui walaupun dengan mengorbankan apapun, apalagi "cuma" kesederhanaan dan kerendahhatian.

Wedus Kacangan Nikmati Kesemokan Biri-biri (5)





Berulang-ulang melakukan indoktrinasi tentang kelaziman dan manfaat poligami, Kiai Kacangan berhasil mendapatkan hati istrinya.
Nyi Kacangan luluh. “Siapa yang kiai kehendaki?” tanyanya.

“Biri-Biri. Dia sehewan guru yang baik, sabar dalam mendidik anak-anak binatang. Dia akan membantu kita membesarkan padepokan.”

“Halah! Alasan, bilang saja dia lebih semok dan mulus daripada diriku!” Balas Nyi Kacangan.

“Sungguh, nyai. Ini demi besarnya padepokan. Sayang, jika dinda Biri-Biri dikawin sama Kijang atau domba yang masih ingusan! Potensi besarnya akan memudar. Apalagi jika suaminya nanti tak memiliki kedudukan.”

Walau kalut bagai diincar maut, Nyi Kacangan memberi persetujuan dengan syarat Kiai Kacangan akan memberikan hak waris kepada anak-anak dari rahimnya dan menetapkannya sebagai istri utama.

Di lain pihak, Biri-Biri tak kuasa menolak menjadi istri kedua. Selain posisi terhormat di padepokan, kehidupan diri dan anaknya akan lebih terjamin, ketimbang harus menikah dengan binatang lajang yang belum jelas masa depannya.

“Ini kesempatan yang baik, daripada mendapat lajang yang secuil masa depannya saja tak tahu,” pikirnya.

Setelah pengukuhan suami-istri selesai, Kambing Kacangan tersenyum bahagia. Rona kebanggaan sangat berlimpah di wajahnya.

Dia terkekeh dan mengembik keras-keras kala seekor Kuda menggodanya,”Jangan lupa sawo mengkal, kacang merah dan madu, kiai!”

Kambing Kacangan menikmati malam pertamanya di rumah baru. Sementara suara binatang yang berpesta masih terdengar, di rumah lama Nyi Kacangan semaput.

Dia beberapa kali pingsan. Sekali sadar, imajinasi tentang keharmonisan rumahtangganya yang lenyap datang lagi. Dia lalu pingsan kembali. Setelah siuman, bayangan aksi suami dengan madunya di atas ranjang bagai memaku kepalanya. Dia pun kembali semaput.

Nyi Kacangan mulai tenang keesokan hari. Di sepanjang siang dia mendengkur setelah sepanjang malam tak bisa tidur, lelah batin yang akut. Sementara itu, Kiai Kacangan ramai mendapat ucapan selamat. Para penjilatnya menyebut dia telah sempurna menjadi pejantan. (bersambung)

Sabtu, 07 Februari 2015

Wedus Kacangan Niat Poligami (4)






Padepokan Wedusan mulai mapan. Kesibukan Kiai Wedus Kacangan di lapangan tak lagi sesibuk dulu. Dia kini banyak melakukan pengawasan proses pendidikan yang ada di padepokan yang dipimpinnya. Hanya tiap pagi dan malam hari dia mengisi kuliah umum.

Sehari-hari, sejumlah guru seperti Kuda, Kura-kura, Kijang, Banteng, Sapi dan Biri-Biri mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.

Perhatian Kiai Kacangan kini tertuju pada Biri-Biri. Struktur tulang dan daging yang dibalut kulit dengan bulu putih tebal sangat mempesona si Kambing Kacangan.

Dia sudah belajar bagaimana banyak pemimpin di tempat lain kawin dengan lebih dari satu pasangan. Untuk mengamankan hasratnya, Kiai Kacangan mendatangi betinanya.

“Apa pendapatmu tentang poligami, nyai?”

Sontak tanyaan ini membuat Nyi Kacangan terperangah, “Kamu mau kawin lagi?! Gak sudi! Gantian celana dalam saja saya risih, apalagi gantian...,”

“Nyai, mengawini banyak betina adalah naluri pejantan. Siapa bisa melawan kehendak alam?!” potong Kiai Kacangan.

“Nafsu kamu bilang alam! Pinguin, Kutilang dan Dara sangat setia! Aku kurang apa?! Saat susah aku menemanimu. Apa karena jadi pemimpin padepokan, lantas kamu melupakan mimpi romantis kita dulu?” balas Nyi Kambing beranak dua itu.

“Justru untuk memperkuatnya. Dengan merelakan aku kawin lagi, kamu akan dikenal sebagai istri yang utama. Bukankah membuka pintu sorgaloka jika kamu tulus mau berbagi cinta?!”

“Jangan mengada-ada! Sorga tak memihak hati yang penuh lara!”

“Bukankah sudah kewajiban istri untuk taat kepada suami?” Sergah Kiai Kacangan.

“Ki, bukankah keseimbangan berbagi peran jauh lebih utama daripada kepatuhan tanpa nalar?! Keseimbangan tak akan terwujud jika kau bermain-main dengan ungkapan ‘yang penting adil’, karena sampai kapan pun keadilan hanyalah mimpi!” tukas Nyi Kacangan.

Kiai Kacangan menghentikan perdebatan. Namun, setiap malam jelang tidur, dia berusaha meyakinkan istrinya perihal keutamaan seorang wanita yang dimadu. Di saat yang sama, dia melarang Nyi Kacangan menceritakan ini kepada siapapun. (bersambung)

PROKLAMASI GURU IRONISIA



Kami, guru bangsa Ironisia, dengan ini menyatakan bahwa sesungguhnya kebodohan itu ialah hak setiap orang dan oleh sebab itu, maka pemintaran di Ironisia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-hegemoni dan peri-kekuasaan.

Dan perjuangan pergerakan pembodohan di Ironisia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Ironesia ke depan pintu gerbang kebodohan sepanjang masa, yang terjajah, pecah-belah, tertinggal, miskin dan mundur.

Selanjutnya, daripada itu, kami guru bangsa Ironisia siap merangkap tugas menjadi politisi, pebisnis dan penguasa sekaligus. Hal-hal mengenai pengesahan tugas merangkap tersebut dan lain-lain akan dilakukan dengan cara saksama dan dalam tempo selekas-lekasnya.

Atas nama guru negeri dongeng Ironisia,
Koza Imbuzi

Kambing Kacangan Jualan Berkah dan Tulah (3)






Kambing Kacangan merasa lebih baik dengan berdirinya bangunan baru hasil gotong-royong para binatang. Pembangunan fisik selesai, kini dia merencanakan apa yang disebutnya sebagai pembangunan mental.

Yang ada di kepalanya adalah bagaimana membuat semua orang yang ada di Padepokan Wedusan patuh kepadanya. Setelahnya, semua hal gampang dibentuk.

Semalam suntuk merenung, akhirnya dia mendapat dua kata kunci, yakni berkah dan tulah.

“Jika ingin berkah dan berhasil, seorang murid harus taat pada guru. Lihatlah Musa yang gagal menyerap samudera ilmu dari Khidir gara-gara melanggar perintahnya untuk diam tanpa tanya. Maka, kalian harus patuh pada guru kalian,” nasehatnya dalam banyak kesempatan.

“Ki Kacangan, bagaimana jika gurunya salah?” tanya anak domba.

“Guru tak akan mengajarkan kesesatan. Jika ada yang salah, mungkin itu hanya perbuatannya. Ya, jangan dicontoh. Tapi, biasanya apa yang tampak salah di mata murid, belum tentu benar-benar sebuah kesalahan. Lagi-lagi, seperti kisah Nabi Musa dan Khidir tadi,” jelas Kiai Kacangan.

Kiai Kacangan juga menegaskan kalau membantah guru hanya mendatangkan tulah. “Kualat kalian jika membantah guru,” ujarnya.

Untuk menguatkan pesannya, beberapa kali Kiai Kacangan menggali ingatan tentang peristiwa hebat yang pernah dialaminya. Setiap menemukannya, segera diceritakan kepada para murid.

“Saya pernah mendengar auman macan, lalu saya berdoa supaya tak terlihat. Saya hanya diam. Suara macan pun tak terdengar lagi,” mengutip salah satu ceritanya.

Kiai Kacangan sangat lihai bercerita. Mendengarnya, siapapun pasti antusias. Dia lalu meminjam istilah yang dalam bahasa manusia disebut karomah untuk menyebut keistimewaan yang ada padanya tersebut.

Indoktrinasi dengan berkah dan tulah yang dibumbui cerita-cerita kehebatan Kiai Kacangan sangat efektif membuat para murid terpesona dan patuh tanpa syarat. (bersambung)