Rabu, 11 Februari 2015

Wedus Kacangan Nikmati Kesemokan Biri-biri (5)





Berulang-ulang melakukan indoktrinasi tentang kelaziman dan manfaat poligami, Kiai Kacangan berhasil mendapatkan hati istrinya.
Nyi Kacangan luluh. “Siapa yang kiai kehendaki?” tanyanya.

“Biri-Biri. Dia sehewan guru yang baik, sabar dalam mendidik anak-anak binatang. Dia akan membantu kita membesarkan padepokan.”

“Halah! Alasan, bilang saja dia lebih semok dan mulus daripada diriku!” Balas Nyi Kacangan.

“Sungguh, nyai. Ini demi besarnya padepokan. Sayang, jika dinda Biri-Biri dikawin sama Kijang atau domba yang masih ingusan! Potensi besarnya akan memudar. Apalagi jika suaminya nanti tak memiliki kedudukan.”

Walau kalut bagai diincar maut, Nyi Kacangan memberi persetujuan dengan syarat Kiai Kacangan akan memberikan hak waris kepada anak-anak dari rahimnya dan menetapkannya sebagai istri utama.

Di lain pihak, Biri-Biri tak kuasa menolak menjadi istri kedua. Selain posisi terhormat di padepokan, kehidupan diri dan anaknya akan lebih terjamin, ketimbang harus menikah dengan binatang lajang yang belum jelas masa depannya.

“Ini kesempatan yang baik, daripada mendapat lajang yang secuil masa depannya saja tak tahu,” pikirnya.

Setelah pengukuhan suami-istri selesai, Kambing Kacangan tersenyum bahagia. Rona kebanggaan sangat berlimpah di wajahnya.

Dia terkekeh dan mengembik keras-keras kala seekor Kuda menggodanya,”Jangan lupa sawo mengkal, kacang merah dan madu, kiai!”

Kambing Kacangan menikmati malam pertamanya di rumah baru. Sementara suara binatang yang berpesta masih terdengar, di rumah lama Nyi Kacangan semaput.

Dia beberapa kali pingsan. Sekali sadar, imajinasi tentang keharmonisan rumahtangganya yang lenyap datang lagi. Dia lalu pingsan kembali. Setelah siuman, bayangan aksi suami dengan madunya di atas ranjang bagai memaku kepalanya. Dia pun kembali semaput.

Nyi Kacangan mulai tenang keesokan hari. Di sepanjang siang dia mendengkur setelah sepanjang malam tak bisa tidur, lelah batin yang akut. Sementara itu, Kiai Kacangan ramai mendapat ucapan selamat. Para penjilatnya menyebut dia telah sempurna menjadi pejantan. (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar