Rabu, 21 Januari 2015

KETIKA KAMBING KACANGAN JADI GURU PARA HEWAN








Di negeri Ironisia, seorang begawan menyepi di pedalaman hutan. Dia hanya ditemani sepasang kambing kacangan (kambing berukuran kate). Selesai bertapa, dia memberi makan dua kambing yang disayanginya seraya mengajak bercengkerama.

Melihat ini, burung-burung berceloteh bahwa si kambing menerima pengajaran agung sang begawan.

Kabar cepat tersebar, hewan lain seperti banteng, kuda, biri-biri, kijang, sapi dan kura-kura pun kompak hendak ke padepokan berharap pengajaran serupa.

Sesaat menjelang kawanan hewan tersebut datang, sang begawan menghembuskan nafas terkhir. Sebelum wafat, ia berpesan kepada kambingnya untuk tetap tinggal di padepokan, menunggu pertapa lain memanfaatkan tempat yang telah dibangunnya.

Kawanan binatang tersebut pun sampai. Tanpa basa-basi, mereka meminta sang kambing memberi pengajaran.

Merasa sebagai ahli waris, kambing kate ini pun mendaulat diri sebagai pemimpin padepokan. Semuanya setuju, menghargai senioritas si kambing. Mereka akhirnya mufakat, padepokan akan menjadi tempat pengajaran para binatang.

Hari-hari berjalan, kambing memberi pengajaran. Ternyata tak ada yang kambing ajarkan selain truisme (kebenaran yang terlalu jelas dan umum). Satu-satunya pengajaran yang khas adalah mengembik.

Merasa ahli mengajar, kambing kacangan mendeklarasikan padepokan terbuka untuk umum: dengan banteng, kuda, biri-biri, kijang, sapi dan kura-kura sebagai guru, selain dirinya sebagai suhu utama.

Kecuali binatang buas, para hewan berbondong-bondong datang mengantarkan anak mereka untuk dididik.

Melihat banyaknya yang datang, kambing kacangan takjub. Dia mulai sadar pentingnya kewibaan, imej dan kedudukan. Untuk menjaga wibawanya dia membuat sejumlah aturan demi memastikan pengajar lain tak mengalahkan karismanya:

  1. Banteng dilarang membelajarkan ketenangan dan sikap pasang badan kala menghadapi macan.
  2. Kuda terlarang ajarkan keberanian, cara berlari, berjingkrak dan menyepak.
  3. Biri-biri tak diijinkan menunjukkan potensi bulu binatang.
  4. Kijang tak boleh ajarkan kegesitan, menanduk dan berkelit kala terancam.
  5. Sapi tak dapat ijin menunjukkan potensi susu yang dimiliki binatang.
  6. Kura-kura haram wasiatkan tips panjang umur.

Pengajaran utama di padepokan ini hanyalah mengembik, sesuai keahlian utama si kambing kacangan.

Dalam ketidakberdayaan karena tak punya otoritas, guru-guru lain hanya bisa mengamini titah kambing. Semua potensi yang dimilikinya tak berguna karena institusi tak mengijinkan bersemainya keahlian lain selain mengembik.

Namun, mereka tetap berharap bakal ada perubahan kebijakan. Di saat bersamaan, si kambing betina melahirkan sepasang keturunan, yang segera didaulat si kambing kacangan bakal menjadi penerus dirinya.

Dalam kondisi demikian, kambing kacangan sangat bangga. Melihat muridnya melimpah, dia merasa sudah berhasil melakukan apa yang disebutnya sebagai pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar