Kamis, 29 Januari 2015

Kambing Kacangan Kukuhkan Kedudukan (2)




Setelah melihat padepokan penuh anak murid yang belajar, Kambing Kacangan memandang perlu melakukan perluasan. Begitu ide mulia disampaikan, margasatwa berbondong-bondong membantu.

Burung Manyar menganyam janur untuk atap; Rayap dan Semut kompak gotong-royong infakkan ludahnya sebagai semen untuk pondasi; Dengan kakinya, Kebo dan Sapi mengaduk adonan tanah liat bercampur kotorannya untuk lantai dan dinding; Burung Pelatuk penuh gairah memfungsikan paruhnya sebagai bor; dan kawanan Monyet urun tenaga menjadi tukang.

Segera, bangunan baru berdiri. Melihat besar dan megahnya padepokan, Kambing Kacangan merasa ada yang kurang.

“Kita harus memberinya nama, supaya gampang disebut,” katanya, yang diiyakan oleh seluruh binatang.

Tanpa ada sanggahan dari siapapun, Kambing Kacangan menamainya Padepokan Wedusan. Di saat yang sama, binatang diajari untuk memanggilnya Kiai Kacangan. Dia diceritakan bahwa di sebuah kerajaan di Jawa, Kebo mendapatkan nama indah dan gelar kiai.

Kenduri digelar sebagai acara syukuran berdirinya bangunan baru sekaligus selametan pemberian nama.

Lebah menyumbangkan madu untuk pemanis minuman. Tikus berbagi gabah, yang dicurinya dari sawah petani. Landak menyumbang buah. Kelinci menyediakan sayuran.   Masing-masing binatang menyumbang apa yang dipunyai.

Di kala para hewan larut dalam acara makan-makan, kura-kura ditanya oleh Kebo. “Mengapa namanya Wedusan?”

“Wedus artinya ‘kambing’. Wedusan berarti pembendaan, hasil atau tempatwedus,” jawab kura.

Kebo yang volume otaknya saja yang besar hanya melenguh, seolah-olah berkata “Ooooh....”

Sedikit lebih cerdas, kelinci bertanya, “Ada apa dibalik ini semua, mbah? Jawablah berdasarkan pengalaman yang dilalui umurmu, hai kura-kura."

Sebut kura-kura, cara Kacangan melakukan ini adalah untuk mengukuhkan kedudukannya. Penamaan Wedusan adalah simbolisasi bahwa yang memiliki padepokan adalah kambing dan turunannya, atau setidaknya yang ada bau-bau prengus khas wedus.

Sementara itu, gelar yang disematkan di depan namanya adalah cara sakralisasi sosok Kacangan. Dia ingin menegaskan distingsi hierarkis antara dia dan yang lain.

“Sudahlah, mari kita ikut nimbrung bersama yang lain. Yang penting, semuanya berjalan lancar,” pungkas kura-kura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar